​Klaster Covid-19 di Perkantoran Menempati Urutan Tertinggi Ketiga
Klaster Covid-19 di wilayah perkantoran mencapai angka 3.194 karyawan dan menduduki posisi tertinggi ketiga setelah rumah sakit dan komunitas. Data tersebut disampaikan oleh juru bicara (jubir) satuan tugas (satgas) penanganan Covid-19, Prof. Wiku Adisasmito dalam konferensi pers di Istana Kepresidenan Jakarta pada Selasa (22/9).
​
Sejak 4 Juni hingga 12 September, klaster Covid-19 yang menempati angka tertinggi adalah rumah sakit yaitu 24.400 pasien, disusul komunitas dengan 15.133 pasien, barulah perkantoran dengan 3.194 karyawan. Tingginya klaster perkantoran adalah bukti bahwa penerapan protokol kesehatan masih lengah.
​
Hal ini diakui Albert (21), salah satu karyawan di perusahaan yang bergerak di bidang periklanan. Sejak Agustus, kantornya yang berada di daerah Green Lake melakukan Work From Office (WFO). Namun, perusahaan hanya menyediakan hand sanitizer, tanpa melakukan penyemprotan desinfektan di wilayah kantor secara teratur.
​
“Setiap Selasa sama Kamis sih libur karena Covid ini, seharusnya bisa disemprot (desinfektan) ya untuk sterilisasi, tapi dari kantor gak ada tindakan itu sih,” jelas Albert dalam sambungan telepon pada Minggu (18/10).
​
Hal yang sama terjadi pada Vinna (20), salah satu karyawan dari perusahaan yang bergerak di bidang penjualan mesin kopi di Tangerang. Ia mengaku bahwa perusahaannya juga melakukan Work From Office (WFO) dengan memperhatikan protokol kesehatan, tetapi sampai saat ini masih terus menambah karyawan.
​
“Kalau masker, cuci tangan sih tetep ada ya, cuma kita masuk kerja komposisi karyawannya full, bahkan masih recruit terus sampai sekarang,” ujar Vinna lewat whatsapp pada Minggu (18/10).
​
Kedua perusahaan tersebut menjadi bukti bahwa penerapan protokol kesehatan di wilayah perkantoran memang masih lengah. Terlebih kedua perusahaan berlokasi di wilayah Tangerang yang termasuk ke dalam zona merah dan seharusnya membatasi kapasitas karyawan saat WFO.
​
“Batasan kapasitas persentase Work From Office, bekerja di kantor harus sesuai zonasi dan benar-benar dipatuhi, contohnya untuk zona merah harus benar-benar diimplementasikan maksimal 25% kapasitas yang masuk di kantor,” jelas Wiku dalam konferensi pers Selasa (22/9).
​
Selain itu, untuk menekan tingginya klaster Covid-19 di perkantoran, pemerintah juga mendorong tiap perusahaan untuk melakukan testing dan tracing terhadap karyawannya. Pihak swasta didorong untuk memfasilitasi testing gratis baik rapid, swab, ataupun PCR test bagi karyawannya untuk menekan penyebaran Covid-19.
​
Namun, kenyataanya beberapa perusahaan belum menerapkan testing gratis pada karyawan. Sama halnya dengan perusahaan tempat Albert dan Vinna bekerja. Berdasarkan pengakuan keduanya, perusahaan mereka tidak memfasilitasi testing gratis pada karyawan.
​
“Gak ada testing dari kantor, padahal bosnya sering keluar kota dan kemungkinan ada kontak. Tapi, sampai sekarang masih aman sih,” jelas Albert.
​
Tak heran bila perkantoran menjadi klaster Covid-19 tertinggi ketiga karena beberapa perusahaan, bahkan di zona merah seperti Tangerang belum menerapkan kapasitas maksimum ruangan yaitu 25% dan testing bagi karyawannya.
​
Maka, dalam konferensi pers, Wiku menyatakan bahwa pemerintah akan menanggung biaya perawatan pasien Covid-19 sehingga perusahaan wajib melindungi karyawannya jangan sampai ada yang terpapar di lingkungan kerja.
​
“Keselamatan rakyat adalah yang utama, termasuk keselamatan karyawan,” terang Wiku.
​
Jaminan dari pemerintah ini bisa menjadi pendorong bagi perusahaan untuk memfasilitasi testing pada karyawannya. Selain itu, Wiku mengaku bahwa pemerintah juga perlu mengevaluasi protokol kesehatan yang diberlakukan di wilayah perkantoran agar bisa efektif mencegah penularan virus Covid-19.