top of page

​Indonesia Bukan Prioritas Vaksin Covid-19

Total kasus Covid-19 telah mencapai 358 ribu, tetapi Indonesia bukanlah negara yang diproritaskan untuk mendapatkan vaksin Covid-19 karena tidak terlibat dalam pengembangan vaksin tersebut.

​

Vaksin Covid-19 menjadi barang yang sangat dinantikan seluruh warga dunia untuk membasmi Covid-19. Diantara beberapa kandidat vaksin yang sedang dikembangkan, Oxford dan Sinovac merupakan vaksin yang telah memasuki uji klinis terakhir. Vaksin tersebut menggunakan pendekatan materi genetik yang mensintesis potongan RNA atau DNA untuk memicu kekebalan tubuh. Pendekatan ini dipercaya paling ideal untuk menciptakan vaksin dalam jumlah besar dan cepat.

​

“Untuk RNA misalnya, kita tidak perlu menumbuhkan virus. Cukup sintesis RNA dan perbanyak. Cepat," jelas vaksinolog dan dokter Rumah sakit Omni Pulomas, Dirga Sakti Rambe, Jumat (26/6/2020) kepada kompas.com.

 

Meskipun telah sampai pada uji klinis tahap terakhir, vaksin tersebut belum bisa dipastikan efektif karena materi genetik RNA mudah rusak dalam pengirimannya ke sel target. Hal ini dikonfirmasi Ines Atmosukarto, CEO startup vaksin Lipotek, kepada kompas.com bahwa tetap ada potensi gagal bagi dua kandidat vaksin tersebut.

 

Namun, apabila berhasil pun, Indonesia tidak masuk ke dalam daftar negara yang mendapatkannya pertama karena tidak terlibat dalam pengembangannya, meski kasus infeksinya tinggi. Kemungkinan, Eropa dan Amerika-lah yang diprioritaskan mendapat vaksin tersebut karena berinvestasi pada pengembangan vaksin Covid-19 yang dilakukan Oxford. Maka, apabila tahun depan vaksin dari Oxford telah tersedia, kemungkinan Indonesia akan mendapatkannya di tahun berikutnya karena bukan prioritas.

 

​

Lalu bagaimana nasib Indonesia?

​

​

Indonesia berupaya untuk menghasilkan vaksin sendiri yang prototipe-nya ditargetkan oleh Lembaga Eijkman dan Biofarma tersedia pada 2021. Pengembangan vaksin tersebut dilakukan dengan pendekatan protein subunit yaitu memproduksi protein tertentu yang memicu kekebalan.

​

"Ini pilihan yang bagus dan Indonesia sudah punya kapasitas untuk menghasilkannya," ungkap Ines, di Australia, Minggu (28/6/2020) kepada kompas.com.

​

Namun, pengembangan ini juga mengalami kendala karena dana awal pengembangan vaksin yang disediakan menurut Menteri Riset dan Teknologi Bambang Brodjonegoro hanya Rp 5 miliar sedangkan dana riset Oxford mencapai Rp 1,2 triliun.

​

Tak hanya itu, bila vaksin tersebut telah berhasil, proses distribusi bagi negara berkembang seperti Indonesia cukup sulit karena vaksin perlu disimpan dalam pendingin. Kendala ini akan menyulitkan distribusi ke wilayah-wilayah terpencil di Indonesia. Oleh karena itu, di samping mengharapkan vaksin untuk diproduksi massal di Indonesia, alangkah baiknya kita menjaga kesehatan agar terhindar dari virus Covid-19.

bottom of page